Sunday, July 1, 2012

Kasih Seorang Ibu




Ada sebuah peristiwa yang terjadi pada sebuah desa kecil, suatu ketika
ada seorang ibu yang penuh kasih pergi ke kota besar, setelah kembali ke
rumah dirinya berubah total dari sebelumnya. Semula ibu ini sangat
mengasihi puterinya, tak peduli seberapa larut pun anaknya pulang rumah,
dia akan menunggu untuk membuatkan makanan enak dan diantarkan ke
hadapan anaknya. Akan tetapi sejak pulang dari kota besar, sang ibu
berubah dan tidak mau lagi mengurus anaknya, biar pun anaknya pulang
sangat larut malam, sang ibu tidak pernah mengindahkannya,

bahkan tidak
memasak lagi di rumah. Ketika sang anak merasa lapar dan memberitahukan
pada sang ibu, dia hanya menjawab dengan nada dingin: “Kamu sudah besar,
apakah masih belum bisa masak sendiri?”

Dari itu, sang anak
berpikir bahwa sang ibu tidak sayang padanya lagi, lalu timbul perasaan
tidak senang dan benci pada sang ibu, dia mulai mencuci pakaian sendiri,
menata kamar sendiri, saat lapar memasak sendiri, semua urusan harus
dikerjakan sendiri, sebab biar pun dirinya merasa lelah, haus, lapar
atau mengantuk, sang ibu tidak pernah memperdulikannya. Dalam hati dia
beranggapan kalau sang ibu sudah tiada.

Tak seberapa lama
kemudian, sang ibu pun meninggal dunia, selama selang waktu ini, sang
anak sudah jauh hubungannya dengan sang ibu, bahkan bersikap dingin dan
seakan bermusuhan, sehingga kematian ibunya tidak membawa dampak
kesedihan sama sekali pada dirinya.

Selanjutnya ayahnya kawin
kembali, setelah ibu tirinya tinggal di rumah mereka, dia merasa ibu
tirinya sangat baik padanya, paling tidak masih menyisakan sedikit lauk
dan nasi baginya, setelah lelah seharian tidak perlu memasak sendiri,
jadi hubungan dengan ibu tirinya masih terhitung cukup harmonis.


Sang anak belajar dengan keras dan akhirnya berhasil dalam ujian masuk
perguruan tinggi. Akan tetapi dikarenakan kondisi ekonomi keluarga tidak
baik, maka dia tidak ada dana untuk membayar uang kuliah, ketika sedang
diliputi kecemasan, ayahnya menyerahkan sebuah kotak kecil kepadanya
dan memberitahukan kalau sebelum ibunya meninggal dunia ada berpesan
agar pada saat menemui kondisi paling sulit, baru boleh menyerahkan
kotak ini kepadanya.

Sang anak menerima kotak ini dari ayahnya,
ketika dibuka ternyata di dalamnya ada setumpuk uang dengan selembar
surat di sampingnya.

Dalam surat tersebut tertulis pesan ibunya:


Anakku, kali itu ketika ibu pergi ke kota, sebetulnya ibu pergi
memeriksakan kesehatan tubuh, setelah dilakukan pemeriksaan, barulah ibu
tahu kalau ibu terkena kanker dan sudah stadium akhir, saat itu ibu
hampir-hampir tidak bisa berdiri lagi. Ibu bukan khawatir akan diri ibu,
akan tetapi ibu khawatir akan dirimu. Ibu berpikir jika ibu sudah
tiada, bagaimana dengan dirimu nanti? Kamu masih kecil, bagaimana kamu
bisa melanjutkan hidup? Bagaimana menghadapi masa depanmu?

Dari
itu, sepulangnya ibu ke rumah, ibu bersikap dingin kepadamu dan ingin
kamu mengerjakan sendiri semuanya, juga tidak peduli lagi padamu agar
kamu membenci ibu, dengan demikian sesudah ibu sudah tidak ada di dunia
ini lagi nanti, kamu tidak akan diliputi dengan kesedihan.


Anakku, walau ibu tidak pernah bertanya padamu, namun di dalam hati ibu
sebetulnya tetap mengkhawatirkan dirimu, setiap kali kamu pulang larut
malam, walau ibu tidak membuka pintu untuk melihat dirimu, namun ibu
tetap menunggumu pulang. Ketika kamu pulang dengan tubuh lelah dan perut
lapar, ibu membiarkanmu masak sendiri, sebab ibu berharap sesudah ibu
tiada nanti, kamu bisa menjaga diri. Dulu ibu mengerjakan semuanya
untukmu, namun sesudah ibu tiada nanti, siapa lagi yang akan menjagamu?
Segala sesuatu di kemudian hari harus bergantung pada dirimu sendiri.


Ibu berlaku buruk padamu, bahkan tidak memasakkan nasi untukmu dan
semua pekerjaan harus kamu lakukan sendiri, maka dengan demikian ketika
nanti ayahmu kawin kembali, kamu akan berpikir bahwa ibu baru akan lebih
baik dari ibu, sehingga kalian akan dapat berhubungan dengan baik dan
hari-harimu akan lebih mudah dilalui.

Dalam kotak ini ada uang
5000 dolar yang diberikan nenek kepada ibu, sebetulnya ini adalah uang
berobat ibu, namun ibu tidak rela menggunakannya, ibu tinggalkan untukmu
dengan harapan ketika nanti kamu masuk perguruan tinggi dan membutuhkan
uang, kamu dapat menggunakannya. Sekarang, ibu meminta bantuan ayah
untuk menyampaikannya kepadamu.

Air mata segera mengaburkan
mata sang anak, juga mengaburkan sepasang mata kita yang membaca kisah
ini, kasih ibu terhadap anak sungguh tanpa pamrih dan penuh akal budi,
mana mungkin ada ibu yang tidak mengasihi anaknya? Ketika dia harus
menahan perhatian dan kasih dalam hatinya kepada anak, harus berusaha
keras untuk memperlihatkan wajah dingin kepada anaknya, saya sungguh
sulit membayangkan, betapa menderitanya perasaan ibu ketika itu, namun
demi perkembangan anak yang lebih baik dan kehidupan anak yang lebih
berbahagia di masa mendatang, ibu rela menerima segala kesedihan, bahkan
tidak menyesal untuk membiarkan sang anak salah paham terhadapnya.

No comments:

Post a Comment